Yakin Covid Jadi Endemi Rakyat Indonesia Kekebalannya Super

0

Bila kasus Corona yang menyenangkan seperti sekarang ini terus bertahan, Insya Allah, tahun depan, status pandemi bakal berubah jadi endemi. Corona yang awalnya menyeramkan akan jadi sejenis penyakit flu biasa.

Prediksi ini disampaikan Pakar Bioteknologi, Bimo Ario Tejo saat menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) bersama Rakyat Merdeka, semalam. Pandangan ini disampaikan Bimo dengan berbagai indikator. Salah satunya, kondisi rakyat Indonesia yang memiliki kekebalan super. “Insya Allah, tahun depan, pandemi ini akan berubah menjadi endemik. Dan kita kembali ke kehidupan normal,” begitu kalimat pamungkas Bimo di akhir FGD.

Karena kekebalan super yang dimiliki rakyat Indonesia ini juga, Bimo memiliki pandangan yang sama dengan Ahli Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, soal gelombang ketiga. Kata dia, kecil kemungkinan terjadi gelombang ketiga dengan lonjakan kasus besar seperti di bulan Juli lalu.

Kekebalan super ini, kata Bimo, bukan karena kesaktian vaksin Sinovac yang selama ini paling banyak disuntikkan ke rakyat Indonesia. “Saya tidak berpikir karena kesaktian vaksin Sinovac, tidak,” ucap Bimo, dengan tertawa kecil.

Pemicu terbentuknya kekebalan super ini, kata dia, karena Indonesia baru gencar-gencarnya melakukan vaksinasi ketika dihantam gelombang kedua. Di saat sudah banyak masyarakat yang terpapar virus Corona.

“Orang Indonesia itu rata-rata sudah terkena Covid, terus divaksin. Jadi kekebalannya dobel. Kita menyebutnya sebagai kekebalan super atau super immunity,” terang peneliti kimia farmasi ini. Super immunity ini, jelas Bimo, adalah kekebalan dari infeksi alami lalu ditambah vaksin.

Kondisi ini yang tidak dimiliki oleh negara lain dan akhirnya mengalami serangan gelombang ketiga, meskipun tingkat vaksinasi di negara tersebut sudah melampui 80 persen.

“Singapura, mereka lockdown terlalu lama. Rakyatnya tidak terekspos oleh virus. Jadi rakyatnya divaksin dulu, setelah lebih dari 80 persen baru mereka membuka diri,” jelas Associate Professor Universiti Putra Malaysia, ini.

Akibatnya, lanjut Bimo, rakyat Singapura tidak berpengalaman terekspos virus. Karena itu kemudian kasusnya naik. Sementara Indonesia, rata-rata rakyatnya sudah terpapar dan menimbulkan kekebalan alami.

 

“Hal ini lah yang menyebabkan beberapa epidemiolog, seperti Pak Pandu Riono, yakin sekali gelombang ketiga itu tidak akan datang,” lanjut Bimo.

Dasarnya, sebut dia, dari hasil sero survei di Jakarta, 70 persen lebih kebal. Hasil dari infeksi alami dan vaksin. Sedangkan secara nasional, datanya belum dirilis. “Insya Allah pemerintah akan mengumumkan data berapa persen penduduk Indonesia yang sudah memiliki antibodi, baik dari kekebalan alami maupun dari vaksinasi,” imbuhnya.

Fenomena kekebalan super di Indonesia, juga terjadi di India. Meskipun mobilitas warga sudah meningkat, bahkan lebih tinggi dari sebelum pandemi, kasus Coronanya juga tidak ikut naik. “India, Indonesia dan Inggris. Jadi ada tiga negara,” sebut ilmuwan asal Indonesia yang ngajar di negeri jiran itu.

Sementara Singapura tidak mendapatkan kekebalan super, mereka hanya mendapatkan kekebalan vaksin. Meskipun demikian, strategi yang dipakai Singapura juga ada bagusnya. Salah satunya, gejala yang ditimbulkan ringan. Hanya 1 persen yang masuk rumah sakit. Namun, tetap saja kasus Corona di Singapura maupun di Malaysia akan melambat penurunannya, karena tidak adanya kekebalan super itu.

Kendati demikian, kekebalan super yang didapat oleh Indonesia saat ini harus dibayar mahal ketika ledakan kasus di gelombang kedua. “Angka kematian tinggi, rumah sakit penuh nyaris kolaps. Itu resikonya,” sebutnya.

Namun hebatnya kekebalan super ini bersifat jangka panjang. Berbeda dengan kekebalan yang hanya diperoleh dari vaksinasi.

Tapi ia juga meminta agar rakyat Indonesia tidak jumawa. Karena kekebalan super ini juga bisa menjadi tidak super ketika masuknya virus varian baru. Selain itu, kekebalan super ini juga tidak abadi. Lambat laun, dari segi antibodi juga akan menurun. Untungnya ada yang bertahan yakni sel memori, yang akan melindungi dari sakit berat dan kematian.

Ia lalu mengibaratkan antibodi dan sel memori ini seperti pagar dan pintu rumah. “Perlindungan dari antibodi itu seperti pagar di luar rumah. Lama-lama pagar itu lapuk. Lalu pencuri bisa masuk. Tapi ada perlindungan dari dalam yaitu pintu, pintu ini perlindungannya agak lama, bisa tahunan,” urai Bimo.

Semoga saja, pagar dan pintu di negara kita tetap kokoh menghadang gempuran Corona. Amin. [SAR]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *