Rakyat Kecekik Pinjol Jokowi Prihatin

0

Presiden Jokowi prihatin mendengar kabar banyaknya rakyat kecil tercekik pinjaman online (pinjol). Kepala Negara pun meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memerhatikan hal ini.
 
Hal itu disampaikan Jokowi di acara OJK Virtual Innovation Day 2021, di Istana Negara, Jakarta, kemarin. Sejumlah pejabat hadir. Mulai dari Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, sampai petinggi OJK lainnya.
 
Di awal pidatonya, Jokowi membeberkan pesatnya gelombang digitalisasi dalam beberapa tahun terakhir. Dipercepat lagi oleh pandemi Covid-19.
 
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mendukung terus bermunculannya bank dan asuransi berbasis digital. Termasuk e-payment, financial technology atau fintech, hingga fintech syariah. 
 
Fenomena sharing economy, sebut Jokowi, semakin marak. Mulai dari ekonomi berbasis peer-to-peer hingga business-to-business. “Tetapi, pada saat yang sama, saya juga memperoleh informasi banyak penipuan dan tindak pidana keuangan telah terjadi,” ucap Jokowi, lugas.
 
Salah satunya, penipuan yang dilakukan pinjol yang mencekik masyarakat dengan bunga tinggi. “Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online yang ditekan dengan berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya,” ungkapnya.
 
Karena itu, Jokowi meminta OJK mengawal dan memfasilitasi perkembangan industri keuangan berbasis digital ini. Agar tumbuh secara sehat. Ia optimis, jika dikawal dengan tepat, Indonesia punya potensi besar untuk menjadi raksasa digital setelah China dan India. “Bisa membawa ekonomi kita menjadi terbesar dunia ketujuh di 2030,” yakinnya.
 
Bos OJK tidak secara spesifik menyampaikan persoalan pinjol ilegal ini di pidatonya, kemarin. Tapi, pada 20 Agustus lalu, Wimboh pernah meminta kerja sama semua pihak untuk membasmi pinjol ilegal. 
 
“Pinjaman online ilegal harus kita basmi bersama, karena pelaku pinjaman online ilegal membebani dan merugikan masyarakat,” tegas Wiboh, dalam jumpa pers Penandatanganan Pernyataan Bersama dalam Rangka Pemberantasan Pinjol Ilegal, di Jakarta, Jumat (20/8). Pernyataan bersama tersebut diteken OJK dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo), Kementerian Koperasi dan UKM, dan Polri.
 
Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno paham dengan keprihatinan Jokowi. Sebab, saat ini memang banyak masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal ini. “Kami di Dapil (daerah pemilihan) sering sekali ketemu korban-korban pinjol ini,” kata politisi PDIP ini, dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.

 

Menurut Hendrawan, saat ini memang marak tindak pidana keuangan. Tindak pidana ini menyasar dua kelompok masyarakat. Pertama, yang punya uang. Kedua, yang tidak punya uang.
 
“Yang punya uang diiming-imingi laba tinggi lewat investasi bodong. Mereka dibayar satu dua kali, kemudian orangnya hilang. Kalau yang tidak punya uang, dia jadi korban pinjol. Kita sebutnya rentenir online,” jelasnya.
 
Lalu, bagaimana mengatasi pinjol ilegal ini? Ia mendorong OJK membuat Satgas dengan payung hukum lebih kuat. Sebab, selama ini payung hukumnya hanya peraturan OJK. 
 
“Kami mendesak agar payung hukumnya Perpres, sehingga dilibatkan unsur Kejaksaan Agung dan unsur Kepolisian. Agar ketika menjalankan otoritas dan kewenangannya itu betul-betul mendapat dukungan penuh dari aparat penegak hukum,” sarannya.
 
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, persoalan pinjol tidak bisa sepenuhnya dibebankan ke OJK. Sebab, yang menjadi tanggung jawab OJK hanya sebatas pinjol legal yang terdaftar. “Kalau pinjol ilegal, kejahatan penipuan dan pemerasan, seharusnya menjadi tugas Polisi,” kata Piter, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.
 
Menjamurnya pinjol memang cukup meresahkan. Banyak dampak buruk terjadi di masyarakat. Mulai rusaknya rumah tangga dan hubungan sosial, hingga ada yang nekat bunuh diri karena tertekan pinjol ini. 
 
Salah satunya, kasus bunuh diri di Wonogiri, Jawa Tengah, Sabtu pekan lalu. Seorang ibu rumah tangga usia 38 tahun dikabarkan bunuh diri karena tak tahan dengan penagihan debt collector dari 23 pinjol ilegal. 
 
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono pernah menceritakan, salah satu korban yang meminjam Rp 1.250.000 di aplikasi pinjol. Namun, setelah diproses, aplikasi itu hanya menyetujui Rp 500 ribu. Itu pun yang masuk ke rekening hanya sebesar Rp 295 ribu. Bunganya juga naik drastis, dari 7 persen menjadi 41 persen.
 
“Timbul permasalahan perjanjian tenggang waktu tenor 91-100 hari. Ternyata hari ke-10 sudah ada penagihan oleh pihak peminjam,” ujarnya. [SAR]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *