Penataan SJUT DKI Tak Sejalan UU Cipta Kerja
Staf Khusus Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Laksda TNI (Purn) Leonardi mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat kebijakan yang nyata untuk endukung akselerasi penggelaran jaringan telekomunikasi di Indonesia.
Bahkan di RPJMN 2020-2024 Presiden Jokowi ingin agar 95 persen desa di seluruh Indonesia dapat menikmati internet berkecepatan tinggi karena kebutuhan akan jaringan telekomunikasi sangat vital.
“Kita tidak dapat menafikan kebutuhan akan jaringan telekomunikasi di era digital seperti saat ini. Bahkan Presiden menegaskan kembali arahannya agar transformasi digital dapat segera terwujud dengan segera melakukan percepatan perluasan akses. Siapkan roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis, siapkan kebutuhan talenta digital, siapkan regulasi. Untuk mewujudkan itu semua membutuhkan infrastruktur telekomunikasi,” tutur Leonardi dalam keterangannya, Minggu (21/11).
Karena sudah menjadi cita-cita bangsa Indonesia, menurut Leonardi, mau tidak mau, suka atau tidak suka Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (Pemda) harus siap untuk memfasilitasi pembangunan infrastruktur pasif sebagai salah satu infrastruktur vital bagi tersedianya jaringan telekomunikasi.
Salah satu infrastruktur pasif yang sangat vital dibutuhkan untuk menata kabel udara adalah ducting atau gorong-gorong. Leonardi mengatakan, di dalam UU Cipta Kerja dan turunannya juga sudah terang benderang menyebutkan mengenai perizinan berusaha di daerah.
Seperti PP Nomor 6 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah beserta Permendagri Nomor 25 tahun 2021 tentang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan PP Nomor 46 tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran beserta PM Kominfo Nomor 5 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi.
“Aturan mengenai retribusi, sewa lahan, sewa Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) beserta pengawasannya sudah ada di UU Cipta Kerja dan turunannya. Tinggal kita kawal pelaksanaannya di lapangan. Sebab ada perbedaan antara pelaksanaan di masing-masing wilayah. Seperti di Jakarta berbeda dengan di Jogja,” terang Leonardi.
Dia membandingkan, di DKI Jakarta dalam penataan kabel telekomunikasi mengedepankan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Implikasinya pajak dan retribusi SJUT di Jakarta tinggi.
Sedangkan di Jogja penataan SJUT mengedepankan smart city. Hingga saat ini Pemkot Joga tidak memungut biaya kepada operator telekomunikasi. Ke depan, mungkin Pemkot Jogja akan mengenakan sewa yang tidak memberatkan penyelenggara telekomunikasi dan masyarakat.
Kata dia, paradigma memulai penataan jaringan telekomunikasi antara Pemkot Jogja dan dan Pemprov DKI Jakarta memang berbeda. DKI tak sesuai dengan semangat UU Cipta Kerja. Memang, tak dipungkiri daerah memiliki otoritas masing masing.
“Oleh karena itu, dengan semangat UU Cipta Kerja kita selaraskan semua regulasi yang ada di daerah. Sehingga pajak dan retribusi memiliki ambang batas agar terjangkau serta tidak membebani masyarakat. Ini perlu peran Kemendagri dan Kominfo untuk melakukan harmonisasi serta sinkronisasi aturan pelaksananya,” kata ungkapnya.
Leonardi berharap, Kemendagri dan Kominfo yang mengeluarkan kebijakan untuk mendorong sinkronisasi dan harmonisasi regulasi ini. Diharapkan ke depan, Pemda memiliki peran aktif dan partisipatif dalam membuat tata ruang dan penggelaran SJUT sehingga pelaksanaannya konsisten.
Juga dengan sinkroniasi ini diharapkan partisipasi dan peran nyata Pemda dalam mendukung penggelaran infrastruktur digital dapat segera terwujud.
“Sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat serta meningkatkan keandalan layanan digital di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan dari pemerintah pusat sudah sangat baik. Tinggal aturan pelaksananya di daerah yang perlu dikawal bersama. Ini yang perlu dibuatkan segera panduannya oleh Kemendagri dan Kominfo,” pungkas Leonardi. [MRA]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID