Partai Gelora: Perubahan Iklim, Ancaman Terbesar Bagi Keamanan Indonesia

0

Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta menegaskan, perubahan iklim adalah ancaman terbesar bagi keamanan Indonesia. Melebihi semua ancaman perang yang ada.

“Isu perubahan iklim ini adalah ancaman keamanan besar. Harus dipersepsikan sebagai ancaman keamanan nasional paling besar yang kita hadapi saat ini. Bahkan, melebihi semua ancaman perang yang mungkin bisa kita prediksi,” kata Anis Matta dalam Gelora Talk yang disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV, Rabu (3/11).

Diskusi bertajuk Ancaman Climate Change Mengintai Indonesia ini dihadiri tokoh nasional dan pemerhati lingkungan seperti Prof. Emil Salim, Plt Deputi Klimatologi BMKG Dr. Urif Haryoko dan Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi.

Diskusi ini dipandu , Ketua Bidang Lingkungan Hidup DPN Partai Gelora Rully Syumanda.

Anis Matta menegaskan, saat ini diperlukan suatu gerakan literasi masif untuk mitigasi perubahan iklim. Mengingat literasi masyarakat terhadap isu ini masih sangat minim.

“Ini akan menginspirasi masyarakat, bagaimana mengelola isu perubahan iklim,” katanya.

Dalam kaitan ini, Anis Matta juga menganggap penting transformasi ekonomi yang sistemik, untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Sebab, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim saat ini mendapatkan banyak tantangan, akibat ide pertumbuhan dalam mazhab ekonomi global yang menjadi dasar dari sistem sekarang.

Dalam situasi ini, Indonesia telah membayar ongkos kerusakan lingkungan yang sangat besar.

“Karena itu, Partai Gelora akan menjadikan isu perubahan iklim ini sebagai agenda utama, dan gerakan politik dalam perjuangannya. Partai Gelora melihat, ini merupakan ancaman keamanan nasional yang paling berat,” jelas Anis Matta.

Partai Gelora mengajak semua pihak untuk berkolaborasi menyelamatkan masa depan generasi muda, dengan mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

“Sebagai negara kepulauan, Indonesia adalah salah satu negara yang menjadi collateral damage. Korban paling besar dari perubahan iklim yang terjadi secara global,” tegas Anis Matta.

Ia menilai perlunya model ekonomi baru yang kompatibel dengan perubahan iklim. Yang tidak sekedar ramah lingkungan, tetapi juga terus berupaya untuk memitigasi dan adaptasi terhadap mesin pertumbuhan ekonomi.

“Orientasinya pada mitigasi dan adaptasi. Ini tantangan kita sebagai bangsa. Mudah-mudahan, semua terinspirasi dan secara bersama-sama berkolaborasi untuk menemukan jalan model ekonomi yang kompatibel, terhadap perubahan iklim,” tandasnya.

 

Tokoh Nasional dan Pemerhati Lingkungan Prof Emil Salim mengatakan, kerusakan lingkungan di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Akibat perilaku generasi tua dalam mengeksplorasi sumber daya alam, seperti penggunaan batubara dan energi terbarukan lainnya. Sehingga  meningkatkan pencemaran karbondioksida CO2.

“Kita sayangkan, generasi tua dan para pemimpin bangsa tidak bersuara terhadap dampak perubahan iklim. Kita punya kewajiban moral menjamin generasi muda, agar tidak menderita akibat kebijakan pembangunan yang sekarang kita lakukan,” kata Emil Salim.

Guna menyelamatkan masa depan generasi muda, Emil Salim menuturkan, pemerintah perlu meninggalkan penggunaan batubara dalam kebutuhan energi listrik. Antara lain karena merusak lingkungan dan menimbulkan efek gas rumah kaca.

Lebih baik, beralih menggunakan energi matahari dan angin.

“Matahari bersinar di atas khatulistiwa dan berlimpah udara (angin). Itu kenapa tidak kita pakai untuk listrik untuk pusat listrik dari PLN. Mengapa cahaya yang vertikal di atas kepala kita di khatulistiwa dan angin ini, tidak kita manfaatkan dan kita pakai sebagai energi terbarukan,” papar Emil Salim.

Energi tersebut, lanjutnya, bisa kita simpan di pulau-pulau dari Sabang ke Merauke. Tidak seperti sekarang, didistribusikan.

Sementara itu, Plt Deputi Klimatologi BMKG Urif Haryoko mengungkapkan, BMKG telah memberikan informasi kepada Bappenas dalam informasi penyusunan Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan iklim yang diberikan setiap 5 tahun sekali.

Namun, proyeksi iklim sekarang dan yang akan datang tetap menjadi pertimbangan.

Terkait literasi perubahan iklim kepada masyarakat, kata Urip, BMKG telah mengembangkan Sekolah Iklim sejak 2015 lalu.

Sekolah tersebut memberikan informasi kepada para petani, mengenai informasi cara baru bercocok tanam dan nelayan informasi tentang gelombang tinggi.

“Masyarakat tidak tahu, apa itu perubahan iklim. Yang penting, bagaimana menyikapi adaptasinya. Karena itu, kami sangat mendukung upaya Pak Anis Matta, untuk memberikan literasi kepada masyarakat, untuk membangun kesungguhan dalam menghadapi perubahan iklim,” terang Urif.

“Terima kasih kepada kepada Partai Gelora Indonesia yang sudah ikut melakukan literasi pengetahuan tentang perubahan iklim kepada masyarakat,” sambungnya.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi menegaskan, pemerintah perlu melakukab tindakan konkret dalam menghadapi dampak perubahan iklim di Indonesia.

Sebab, dampak perubahan iklim berkorelasi dengan kehidupan masyarakat secara langsung.

“Dampak perubahan iklim berkorelasi dengan sumber kehidupan masyarakat. Seperti hujan ekstrem, banjir dan tanah longsor. Kita perlu tindakan konkret untuk menyelesaikan ini,” pungkasnya. [HES]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *