Pancasila, Bukti Kerukunan Antar Umat Beragama Di Indonesia

0

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menegaskan, kerukunan antar umat beragama, sudah menjadi komitmen bersama diantara Bapak dan Ibu pendiri bangsa. Mereka bukan hanya membahas, tapi sudah mempraktekkan kerukunan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam urusan politik dan kenegaraan.

Salah satu bukti kerukunuan antar umat beragama di antara para pendiri bangsa terjadi pada proses penyusunan Pancasila, baik di BPUPKI, Panitia Sembilan maupun PPKI. Puncaknya, kelompok religius dan nasionalis bersepakat dalam menentukan sila-sila Pancasila.

Penghilangan tujuh kata dalam piagam Jakarta, kata Hidayat, adalah bukti bahwa  kelompok Islam mau mendengar dan berempati terhadap tuntutan kelompok Indonesia bagian timur.

“Keihklasan menghilangkan tujuh kata, tersebut juga bermakna bahwa kerukunan antara umat beragama sudah tercipta dan dipraktekkan dengan baik. Kalau bukan karena ingin  mempertahankan kerukunan, masing- masing kelompok pasti lebih mengutamakan egoisme serta kepentingannya sendiri-sendiri,” kata Hidayat.

Pernyataan itu disampaikan Hidayat Nur Wahid secara daring, saat menjadi pembicara kunci pada Seminar Nasional Sosialisasi Kerukunan Antara Umat Beragama Dalam Bingkai Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kerjasama MPR, Majelis Ulama Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Jakarta di Cipete, Jakarta Selatan, Sabtu (6/11).

Ada tiga narasumber yang menyampaikan makalahnya pada acara tersebut. Yaitu, Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy (Rektor UMJ), Dr. KH. Yusnar Yusuf (Ketua MUI Bidang Kerukunan Antar umat Beragama), serta Pdt. Gomar Gultom (Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia).

Selain dalam penyusunan teks Pancasila, kerukunan antar umat beragama, kata Hidayat Nur Wahid, juga muncul mendasari penyusunan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karena di dalam pembukaan, selain ada teks Pancasila, juga terdapat cita-cita yang ingin diwujudkan dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Karena itu, pembukaan UUD NRI 1945 harga mati dan  tidak bisa diubah lagi. Sebab, di sana terdapat teks Pancasila dan cita-cita Indonesia merdeka. Merubah cita-cita kemerdekaan, berarti merubah NKRI,” kata HNW, panggilan akrab Hidayat Nur Wahid.

Sependapat dengan Hidayat, pada makalahnya, Pdt. Gomar Gultom mengatakan, kerukunan antar umat beragama terbentuk dengan sendiri. Bukan dipaksakan ataupun direkayasa. Dan itu terjadi secara alamiah.

“Proses dialektika dan keputusan menetapkan Pancasila adalah bukti bahwa kerukunan antar umat beragama sudah ada sejak dahulu, dan itu tumbuh diseluruh wilayah Indonesia,” kata Gomar Gultom.

Di masa kini, kata Gomar Gultom, kerukunan antar umat beragama, itu makin mudah ditemukan. Misalnya, saat umat Nasrani merayakan hari rayanya, banyak ibu-ibu membantu kesibukan di gereja. Banyak di antara mereka yang  mengenakan hijab, dan itu pasti bukan umat Nasrani.

Sementara itu, Dr. Ma’mun Murod Al-Barbasy mengingatkan, praktek politik di Indonesia, berpotensi merusak kerukunan antar umat beragama. Seperti pada saat Pilkada Jakarta yang dilanjutkan dengan pilpres.

Dikatakannya, Prabowo dan Joko Widodo pada Pilpres 2019, mampu merepresentasikan dirinya sebagai wakil dari dua kelompok umat beragama yang saling berhadapan. Ini terjadi karena presidential threshold yang mencapai 20 persen sehingga kandidat yang muncul hanya ada dua pasang, dan itu menyebabkan belah bambu.

“Karena itu, patut dikaji kembali, agar presidential threshold diturunkan, supaya kandidat yang muncul lebih dari dua pasang, untuk  menghindari terjadinya politik belah bambu,” saran Ma’mun Murod. [TIF]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

About The Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *