Nerbangin Drone Nggak Boleh Sembarangan
Penggunaan Unmanned Aircraft System (UAS) alias drone kini tak bisa sembarangan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Umar Aris mengatakan, penggunaan pesawat udara tanpa awak telah atau drone kini banyak digunakan untuk berbagai kegiatan.
Dulunya, kata Umar, hanya digunakan sebatas hobi. Tapi saat ini berkembang pesat hingga mengarah ke transportasi. Umar menilai, dengan begitu diperlukan persiapan yang sangat matang dalam memberikan ruang bagi pesawat tanpa awak untuk beroperasi di udara.
“Dari beragam jenis pengkategorian dan klasifikasi pesawat tanpa awak menimbulkan tingkat risiko yang berbeda-beda. Namun masih banyak para penerbang atau operator yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap peraturan pengoperasian pesawat tanpa awak,” katanya, Sabtu (9/10).
Untuk mengantisipasi adanya risiko tersebut, kata Umar, maka integrasi pesawat tanpa awak dalam operasi penerbangan dan ruang udara harus memenuhi 5 aspek utama yang meliputi keselamatan, keamanan, lalu lintas udara, sosio-ekonomi, dan regulasi. Sebagai salah satu aspek prioritas, regulasi memegang peranan penting dalam menjamin berlangsungnya operasi pesawat tanpa awak yang selamat, tertib dan lancar.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Udara, Capt. Novyanto Widadi mengaku pihaknya bersama dengan Djokosoetono Research Center (DRC) Fakultas Hukum Universitas Indonesia telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP).
Hal ini dilakukan berdasarkan kebutuhan untuk pengaturan lebih lanjut sesuai dengan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Penerbangan.
“Dengan adanya kajian yang dihasilkan ini diharapkan dapat menciptakan sistem peraturan yang komprehensif dan harmonis di Indonesia serta menjawab tantangan-tantangan yang hadir pada masa kini maupun pada masa yang mendatang,” ujarnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menuturkan, perlu diperhatikan beberapa aspek mulai dari sertifikasi personil, licensing operator/pengendali Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak, penggunaan Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak sebagai sarana angkutan niaga, serta pengaturan mengenai tanggung jawab yang muncul sebagai akibat dari penyalahgunaannya.
Tanggung jawab itu mulai dari tanggung jawab pidana, perdata, maupun administratif. Dalam hal ini, pertimbangan-pertimbangan atas aspek keselamatan transportasi, privasi perorangan, serta pertahanan dan keamanan perlu dipertimbangkan.
“Berdasarkan RPP yang telah disusun perlu adanya peraturan turunan seperti manajemen lalu lintas udara, pengaturan ruang udara, tata cara dan prosedur pendaftaran dan registrasi, kriteria standar kalaikudaraan, tata cara, prasyarat, dan prosedur persetujuan rancang bangun, sertifikasi tipe, sertifikasi kelaikudaraan dan kelaikudaraan berkelanjutan, sertifikasi operator hingga sanksi,” jelasnya.
Direktur Operasi Sumber Daya Kemenkominfo Dwi Handoko mengatakan, komunikasi merupakan kunci dari sistem pesawat udara tanpa awak karena dikendalikan secara remote dan safety of fight adalah faktor utama sistem pesawat udara tanpa dalam civil air traffic.
“Frekuensi yang digunakan haruslah frekuensi yang juga memiliki level yang sama dengan level frekuensi untuk penerbangan,” ucapnya. [KPJ]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID