Lantik Anggota MPR Baru, Bamsoet Ajak Gencarkan Sosialisasi Empat Pilar
Ketua MPR Bambang Soesatyo menekankan, setelah lebih dari 17 tahun melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR, kini sudah saatnya MPR masa jabatan 2019-2024 melakukan evaluasi menyeluruh atas metoda sosialisasi yang digunakan. Sehingga bisa menjawab pertanyaan besar, apakah upaya membumikan Empat Pilar MPR yang terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhineka Tunggal Ika, telah berhasil membangun peradaban bangsa yang unggul.
Hal ini disampaikan Bamsoet, sapaan akrab Bambang, saat melantik lima anggota MPR dalam pergantian antar waktu (PAW), di Kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (18/11). Dalam pelantikan ini, Bamsoet didampingi Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Lima Anggota MPR yang dilantik adalah Diah Nurwitasari (Fraksi PKS, Dapil Jawa Barat II), Paulus Ubruangge (Fraksi PAN, Dapil Papua), Aida Muslimah (Fraksi PDIP, Dapil Kalimantan Selatan II), Harris Turino (Fraksi PDIP, Dapil Jawa Tengah IX), dan Novri Ompusunggu (Fraksi PDIP, Dapil Kalimantan Selatan II).
“Masih segar dalam ingatan kita, beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan sekaligus penyesalannya karena sampai saat ini masih banyak anak bangsa yang masih bermental ‘inlander‘ dan bersikap inferior ketika berhadapan dengan bangsa lain. Jauh sebelumnya, sudah tidak terhitung berapa kali Presiden Soekarno dalam berbagai pidatonya yang khas menggelegar dan bergemuruh, mengingatkan agar bangsa Indonesia jangan mau menjadi ‘bangsa kuli’ dan menjadi ‘kuli bangsa-bangsa lain’,” ujar Bamsoet.
Ketua DPR ke-20 ini mengingatkan para anggota MPR baru, Peringatan Bung Karno dan pernyataan Presiden Jokowi tersebut harus dijadikan sebagai bagian introspeksi dalam melaksanakan Sosialisasi Empat Pilar MPR. Metoda Sosialisasi Empat Pilar yang dilaksanakan ke depan harus mampu membangun karakter masyarakat dan sistem sosial yang berakar pada nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri yang bersifat khas, unik, modern, dan unggul.
Bamsoet menerangkan, sejarah Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang. Para pemerhati Indonesia mengilustrasikan Indonesia sebagai gugusan masyarakat lama dalam negara baru. Di masa lalu, bangsa ini diakui pernah memiliki peradaban tinggi dengan penguasaan teknologi yang tinggi pada zamannya.
“Tanpa penguasaan teknologi yang tinggi, rasanya mustahil anak-anak bangsa pada zaman Kerajaan Syailendra (abad ke-7) mampu membangun Candi Borobudur. Demikian juga dengan Kerajaan Majapahit (abad ke-14) yang dapat menguasai wilayah yang sekarang disebut Indonesia beserta hampir seluruh semenanjung Malaya,” tutur Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menuturkan, peradaban bangsa Indonesia pernah juga mengalami keterpurukan akibat penjajahan ratusan tahun, sehingga mengalami apa yang disebut ‘hegemoni peradaban kolonialisme’ yang membentuk mental inlander dan sikap inferior. Hal itu ditunjukkan dengan tidak dimilikinya rasa percaya diri sebagai sebuah bangsa, memandang bangsa lain jauh lebih hebat dan maju, serta tidak mampu membaca potensi bangsa yang begitu besar.
“Indonesia dengan potensi sumber daya alam yang melimpah justru tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya seperti pangan dan obat-obatan secara berdaulat. Paradigma ekonomi lama dengan prinsip asal mengimpor dengan harga murah, harus diakhiri. Karena terperangkap dalam prinsip itu membuat kita kehilangan wahana peningkatan kapabilitas belajar untuk mengolah dan mengembangkan nilai tambah potensi sumberdaya kita. Tanpa usaha menanam dan memproduksi sendiri dengan penguasaan teknologi sendiri, kita akan terus mengalami ketergantungan,” pungkas Bamsoet. [USU]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID