Diendus KPK, Bukan Cuma Bupati Kuansing Yang Terima Duit Suap Pengurusan HGU Sawit
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, uang suap perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT Adimulia Agrolestari (AA) tak cuma mengalir ke Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra.
Sejumlah pihak lain, diduga turut kecipratan duit haram ini. Dugaan itu dikonfirmasi komisi antirasuah kepada sembilan saksi yang diperiksa pada Jumat (5/11).
Sembilan saksi yang dipanggil yakni Staf Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Khoirul; Analis HK Pertanahan pada Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Desi E; Staf Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Roby A; dan Staf Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Rizal A.
Kemudian, Staf Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Riau Abdul Gani; pihak swasta Andri A; Kabid Pengembangan Usaha dan Penyuluhan Sri Ambar Kusumawati; mantan Kepala Kantah Kab. Kampar Sutilwan; dan Asisten I Kampar Ahmad Yuzar.
“Diduga, dalam pengurusan HGU tersebut terdapat aliran sejumlah dana ke berbagai pihak, termasuk kepada tersangka AP (Bupati nonaktif Kuansing Andi Putra),” ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat pesan singkat, Senin (8/11).
Dalam pemeriksaan itu pula, sejumlah pihak mengembalikan dan menyetorkan uang suap dari PT AA kepada KPK.
“Dalam pemeriksaan ini, tim penyidik menerima pengembalian dan penyetoran sejumlah uang dari beberapa pihak,” imbuhnya.
Namun, Ali belum mengungkapkan siapa saja yang menerima duit suap itu dan berapa total yang telah dikembalikan. Dia meminta saksi-saksi yang akan dipanggil dalam penyidikan kasus ini untuk koperatif.
“KPK berharap agar pihak-pihak lain yang akan dipanggil oleh tim penyidik juga kooperatif untuk menerangkan secara jujur dan membantu proses penyidikan perkara ini,” imbau Ali.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Bupati Kuansing Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari Sudarso sebagai tersangka.
Kasus ini dimulai saat Sudarso mencoba menghubungi Andi agar perizinan hak guna usaha lahan kebun sawit yang dikelola perusahaannya direstui di wilayahnya.
Saat itu, izin hak guna usaha kebun sawit perusahaan milik Sudarso berakhir pada 2024. Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha membutuhkan minimal Rp 2 miliar.
KPK menduga pertemuan itu tidak hanya membahas perpanjangan hak guna usaha lahan sawit. Andi dan Sudarso menyepakati perjanjian lain dalam pertemuan itu.
Sudarso juga memberikan sejumlah uang secara bertahap ke Andi. Yakni, Rp 500 juta pada September 2021, dan Rp 200 juta pada 18 Oktober 2021.
Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. [OKT]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID