Diah Pitaloka: Kasus Pemerkosaan 3 Anak di Luwu Timur Harus Dieksekusi Secara Hukum
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka mendesak kasus dugaan pemerkosaan tiga anak di Luwu Timur dieksekusi secara hukum. Pernyataan ini disampaikan Diah dalam kunjungan Komisi VIII DPR RI ke desa ramah anak dan perempuan di Desa Wedomartani, Kecamatan Ngemplak, Sleman.
“Persoalan Luwu Timur membuat kita menyadari ada kultur hukum yang seringkali membuat eksekusi hukum bagi kasus kasus kekerasan seksual seperti perkosaan membuat tidak mudah bagi korban bisa memperoleh akses keadilan dengan mudah, karena seringkali tekanan budaya sosial yang begitu kuat. Namun dalam hal ini bagaimana pun juga, kasus perkosaan tiga anak di Luwu Timur harus dieksekusi secara hukum,” kata Diah, Sabtu (9/10).
Selain itu, dia meminta perlindungan saksi dan korban. Ini sebagai bentuk perlindungan dan pelayanan negara terhadap korban pemerkosaan.
“Perlu diperhatikan perlindungan saksi dan korban terutama pendampingan psikologis dalam perkembangan kasusnya. Ini tentu sebagai bentuk perlindungan dan pelayanan negara,” tutup Diah.
Sementara itu, Deputi V Kantor Satf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mendorong Polri kembali membuka proses penyelidikan kasus dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak kandung oleh seorang ayah di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Sebab, kasus tersebut melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat. Menurut Jaleswari, meski kasus it terjadi pada tahun 2019, namun Polri diharapkan membuka ulang proses penyelidikannya.
“Walaupun kasus telah berlangsung pada tahun 2019, dan penyelidikan telah dihentikan oleh Polres, KSP berharap agar Polri membuka ulang proses penyelidikan kasus tersebut,” kata Jaleswari, Jumat (8/10).
Menunurutnya, kasus tersebut telah melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat. “Peristiwa perkosaan dan kekerasan seksual kepada anak ini sangat melukai nurani dan rasa keadilan masyarakat,” tandasnya.
Jaleswari menambahkan, Presiden Joko Widodo sangat tegas dan tidak menolerir predator seksual anak. Hal itu dibuktikannya dengan munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2020 tentang ata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebir Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitas, dan Pengumuman Identitias Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Menurutnya, Presiden Jokowi menginginkan agar pelaku kekerasan terhadap anak diberikan hukuman yang membuatnya jera. Terutama terkait kasus pedifilia dan kekerasan seksual pada anak.
“Perkosaan dan kekerasan seksual terhadap anak (merupakan) tindakan yang sangat serius dan keji. Tindakan tersebut tidak bisa diterima oleh akal budi dan nurani kemanusiaan kita. Terlebih lagi bila yang melakukan adalah ayah kandungnya. Oleh karena itu pelakunya harus dihukum berat,” tegasnya.
Jaleswari juga menekankan bahwa suara korban yang merupakan anak-anak harus didengarkan dan diperhatikan secara seksama. Termasuk pula suara ibu para korban. “Bayangkan saja mereka adalah anak-anak kita sendiri,” tandas Jaleswari.
Oleh karena itu, Istana berharap bahwa Kapolri memerintahkan jajarannya untuk membuka kembali kasus pemerkosaan ayah terhadap 3 anak kandungnya yang terjadi pada akhir tahun 2019, jika ditemukan adanya kejanggalan dan kesahalan dalam proses penyelidikan hingga membuat kasus itu dihentikan oleh Polres Luwu Timur. [MRA]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID