Cerita Unik Sosialisasi Covid Disampaikan Menko Nolak Di-tracing, Ada Yang Kunci Pintu & Lari Ke Hutan

Banyak masyarakat desa di Jeneponto, Sulawesi Selatan, yang enggan melakukan rapid test antigen untuk kepentingan tracing kasus Covid-19. Ada yang memilih mengunci pintu rumah. Bahkan, ada yang nekat lari ke hutan ketimbang menjalani tes itu.

Laporan soal itu sampai ke telinga Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy. Dia meminta warga yang akan dites tidak melarikan diri.

“Tidak boleh ketika mau ditracing lari. Larinya ke hutan. Nggak boleh. Itu (tracing) untuk memastikan dia sehat,” ujar Muhadjir saat berkunjung ke Desa Kalimporo, Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, kemarin

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu pun mengingatkan Pemerintah Daerah (Pemda) lebih gencar mensosialisasikan protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak) dan 3T (testing, tracing dan treatment).

Soalnya, tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses informasi tentang penanganan Covid-19. Akibatnya, mereka tidak paham tentang 3M dan 3T.

“Mohon disosialisasikan kepada warga, kalau di-tracing, jangan lari. Nanti kalau lari ternyata dia bawa Covid, nanti Covid-nya ke mana-mana. Itu menyebabkan Covid tidak teratasi,” imbaunya.

Muhadjir juga meminta Pemda mensosialisasikan pentingnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro, yang menyasar ke level tingkat paling bawah, yakni di desa, kampung, RT dan RW. “Jadi melibatkan Satgas Daerah sampai terkecil,” tutur Muhadjir.

Selain itu, Muhadjir juga meninjau pelaksanaan karantina keluarga pasien Covid-19. Sekaligus menyerahkan bantuan berupa logistik untuk mendukung kebutuhan keluarga yang melakukan karantina.

Dia menyarankan, masyarakat yang terpapar Covid-19 segera ditangani dengan isolasi mandiri, tanpa harus dilarikan ke Rumah Sakit (RS).

Selain ke Jenoponto, Muhadjir melakukan kunjungan kerja ke Bantaeng. Di sana, Muhadjir berdialog dengan kepala desa dan keluarga stunting di Balai Desa Bonto Tiro, Kecamatan Sinoa, Kabupaten Bantaeng, Sulsel.

Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah ini meminta Pemda memasukkan keluarga miskin yang memiliki ibu hamil dan anak stunting ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Dengan begitu, mereka dapat diusulkan sebagai penerima Program Keluarga Harapan (PKH). Pemda juga dimintanya melakukan evaluasi dan memperbarui data penerima bantuan sosial (bansos) melalui musyawarah desa atau kelurahan.

Penerima PKH yang sudah mampu atau memiliki usaha secara mandiri, bisa dikeluarkan dari daftar.

Bantuannya bisa dialihkan kepada keluarga rentan miskin yang ada ibu hamil dan keluarga stunting. Ini dinilai dapat membantu pemenuhan gizi bagi ibu dan anak agar stunting dapat tertangani.

“Kalau bisa, segera diadakan pendataan ulang penerima PKH. Syukur-syukur kalau kuotanya bisa ditambah. Tetapi kalau tidak bisa, sebaiknya dialihkan bagi mereka yang dianggap lebih tidak mampu,” usul Muhadjir.  [DIR]

]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *