ADB Tambah Pembiayaan Iklim 2019-2030 Jadi Rp 1.422,1 T
Asian Development Bank (ADB) mengumumkan bakal meningkatkan penyediaan pembiayaan iklim senilai 100 miliar dolar AS atau setara Rp 1.422,1 triliun bagi negara-negara berkembang anggotanya antara 2019 dan 2030.
“Menang atau kalahnya peperangan melawan perubahan iklim akan ditentukan oleh kawasan Asia dan Pasifik,” kata Presiden ADB Masatsugu Asakawa dalam siaran resminya, Rabu (13/10).
Asakawa menegaskan, krisis iklim makin memburuk tiap hari, sehingga makin banyak permintaan agar pembiayaan iklim dapat ditingkatkan. Untuk menjawab permintaan ini, pihaknya berkomitmen dengan meningkatkan ambisinya dalam penyediaan pembiayaan.
“Total menjadi 100 miliar dolar AS dalam pembiayaan iklim kumulatif yang berasal dari sumber daya kami sendiri sampai dengan 2030,” imbuhnya.
Pada 2018, ADB telah berkomitmen untuk memastikan paling tidak 75 persen dari operasinya mendukung tindakan iklim, dan sumber dayanya sendiri, yang dialokasikan untuk pembiayaan iklim mencapai setidaknya 80 miliar dolar AS (Rp 1.137,6 triliun secara kumulatif sampai dengan 2030. Pengumuman hari ini meningkatkan ambisi pembiayaan tersebut.
“ADB memperkirakan pembiayaan iklim dari sumber dayanya sendiri selama 2019–2021 secara kumulatif akan mencapai sekitar 17 miliar dolar AS (Rp 241,7 triliun),” rinci Asakawa.
Peningkatan ambisi pembiayaan iklim ini merupakan elemen penting dalam upaya ADB untuk mendukung negara-negara berkembang anggotanya. Di tengah tantangan yang saling berkaitan berupa pandemi Covid-19) dan krisis iklim, banyak negara berkembang anggota ADB yang mengambil langkah tegas guna mendorong pemulihan yang hijau, tangguh, dan inklusif.
Asakawa mengatakan, tambahan nilai 20 miliar dolar AS ini akan mendukung agenda iklim di lima bidang utama. Yaitu, pertama, berbagai langkah baru untuk mitigasi iklim, termasuk penyimpanan energi, efisiensi energi, dan transportasi rendah karbon.
“ADB memperkirakan pembiayaannya untuk mitigasi iklim secara kumulatif akan mencapai 66 miliar dolar AS,” katanya.
Kedua, peningkatan skala bagi proyek-proyek adaptasi yang transformatif. Berbagai proyek di sektor yang sensitif terhadap iklim, seperti perkotaan, pertanian, dan air, akan dirancang dengan tujuan utama adaptasi iklim yang efektif dan peningkatan ketangguhan.
“ADB memperkirakan pembiayaan adaptasi secara kumulatif akan mencapai 34 miliar dolar AS,” sambung Asakawa.
Ketiga, peningkatan pembiayaan iklim dalam operasi sektor swasta ADB. Hal ini termasuk dengan menambah jumlah proyek yang lebih layak secara komersial, baik bagi ADB maupun investor swasta.
Menurutnya, penambahan ini akan ditopang oleh peningkatan dalam efisiensi operasional, pemulihan pasca-pandemi dalam hal permintaan pasar akan pembiayaan, teknologi dan inovasi baru dalam pembiayaan iklim, serta bidang-bidang usaha baru bagi operasi iklim di sektor swasta.
ADB bertekad untuk mendukung berbagai prakarsa ini dengan 12 miliar dolar AS dari sumber dayanya sendiri untuk pembiayaan iklim sektor swasta secara kumulatif, dan menargetkan adanya tambahan 18-30 miliar dolar AS dari sumber-sumber dana lainnya.
Keempat, dukungan bagi pemulihan yang hijau, tangguh, dan inklusif dari Covid-19, termasuk melalui platform pembiayaan yang inovatif, seperti ASEAN Catalytic Green Finance Facility and Green Recovery Platform. Hal ini diharapkan akan memanfaatkan dana dari pasar modal dan investor sektor swasta untuk infrastruktur rendah karbon.
Kelima, dukungan untuk mengedepankan reformasi di negara-negara berkembang anggotanya, agar dapat mengambil langkah-langkah baru melalui pinjaman berbasis kebijakan. Tujuannya, agar mendukung kebijakan dan lembaga yang dapat meningkatkan ketangguhan iklim dan mitigasi iklim.
“ADB akan terus meningkatkan akses ke teknologi baru yang difokuskan pada iklim dan memobilisasikan modal swasta menuju pembiayaan iklim di berbagai bidang ini,” pungkasnya. [DWI]
]]> .
Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID